Wednesday, April 25, 2012

PRE EKLAMPSI DAN SECTIO SESARIA


PRE EKLAMPSI DAN SECTIO SESARIA
 A.KONSEP DASAR
1.      Pre Eklampsia
1.1.  Pengertian
 Pre eklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema.
1.2.        Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori – teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan.
1.3.        Insiden
Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi pre eklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak.
1.4.        Patofisiologi
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).
1.5.        Manifestasi klinik
Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dalam urutan : pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre eklampsia ringan tidak ditemukan gejala – gejala subyektif. Pada pre eklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah prontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah. Gejala – gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul.
1.6.        Tes Diagnostik
1.6.1.      Tes diagnostik dasar
Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urin, pemeriksaan edema, pengukuran tinggi fundus uteri, pemeriksaan funduskopik.
1.6.2.      Tes laboratorium dasar
-         Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan apus darah tepi).
-         Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat aminotransferase, dan sebagainya).
-         Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).
1.6.3.      Uji untuk meramalkan hipertensi
-         Roll Over test
-         Pemberian infus angiotensin II.


1.7.        Penanganan medik
1.7.1.      Pencegahan
-         Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti mengenai tanda – tanda sedini mungkin (pre eklampsia ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
-         Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklampsia.
-         Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.
1.7.2.      Penanganan
Tujuan utama penanganan adalah :
-         Untuk mencegah terjadinya pre eklampsi dan eklampsi.
-         Hendaknya janin lahir hidup.
-         Trauma pada janin seminimal mungkin.
2.      Seksio sesarea
2.1.    Pengertian
-         Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Ilmu Kebidanan, edisi ketiga, Halaman 863).
-         Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau seksio sesarea adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Sinopsis Obstetri Jilid 2, Halaman 133).
-         Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Hal 133).
2.2.    Etiologi
Penyebab dilakukannya seksio sesarea adalah :
2.2.1.       Plasenta previa
2.2.2.       Gawat janin
2.2.3.       Disproporsi sefalo-pelvik (ketidakseimbangan kepala dan panggul).
2.2.4.       Pernah seksio sesarea.
2.2.5.       Kelainan letak.
2.2.6.       Pre eklampsia dan hipertensi
2.2.7.       Incoordination uteri action (tidak ada kerjasama yang teratur antara fungsi alat kandungan).
2.3.    Insiden
Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang oleh karena kemajuan yang pesat dalam tehnik operasi, anastesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi dan antibiotika, angka ini sangat menurun. Angka kematian ibu pada rumah – rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000. nasib janin yang ditolong secara seksio sesarea sangat tergantung dari keadaan janin sebelum dilakukan operasi. Menurut data dari negara – negara dengan pengawasan antenatal yang baik dan fasilitas neonatal yang sempurna, angka kematian perinatal sekitar 4 – 7 %.
2.4.    Jenis – jenis seksio sesarea
2.4.1.       Seksio sesarea klasik (korporal)
Dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira – kira sepanjang 10 cm.

2.4.2.       Seksio sesarea ismika (profunda)
Dengan sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10 cm.
2.5.    Komplikasi seksio sesarea
2.5.1.       Infeksi puerperal
Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dsb.
2.5.2.       Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri.
2.5.3.       Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru-paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi.
2.5.4.       Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio sesarea klasik.
2.6.    Anatomi fisiologi sistem reproduksi
2.6.1.       Genitalia eksterna
2.6.1.1.    Mons veneris/pubis
Bagian yang menonjol diatas simfisis dan terdiri dari jaringan lemak.
2.6.1.2.    Labia mayora
Berbentuk lonjong dan menonjol, terdiri dari jaringan lemak. Kebawah dan kebelakang kedua labia mayora bertemu membentuk kommisura posterior.
2.6.1.3.    Labia minora
Lipatan tipis dari kulit sebelah dalam labia mayora. Kedepan kedua labia minora membentuk preputium klitoris. Kebelakang membentuk fossa navikulare.
2.6.1.4.    Klitoris
Tertutup oleh preputium klitoris, sebesar kacang ijo terdiri dari serabut saraf dan pembuluh darah, analog dengan penis laki – laki.
2.6.1.5.    Vulva
Bentuk lonjong dibatasi di depan oleh klitoris, kanan kiri oleh labia minora, di belakang oleh perineum. Terdapat orificium urethra eksterna. Ostia kelenjar skene yang analog dengan kelenjar prostat pada laki – laki, dan kelenjar vestibularis bartolini yang mengeluarkan getah lendir pada waktu coitus.
2.6.1.6.    Hymen
Berupa lapisan tipis dan menutupi sebagian besar introitus vagina. Bentuknya berbeda-beda dari bulan sabit sampai berlubang – lubang.
2.6.2.       Genitalia interna
2.6.2.1.    Vagina
Suatu saluran muskulo membranosa yang menghubung-kan uterus dan vulva terletak antara kandung kencing dan rektum. Dindingnya berlipat-lipat disebut rugae, tidak terdapat kelenjar.
2.6.2.2.    Uterus
Berbentuk seperti buah advokat, sebesar telur ayam. Terdiri dari fundus uteri, korpus uteri dan serviks uteri. Korpus uteri merupakan bagian uterus terbesar dan sebagai tempat janin berkembang. Isthmus adalah bagian uterus antara serviks dan korpus, yang menjadi segmen bawah rahim pada kehamilan.
2.6.2.3.    Tuba fallopi
Berjalan ke arah lateral, mulai dari kornu uteri kanan dan kiri. Terdiri dari 4 bagian : 1) pars interstitialis, bagian dalam dinding uterus, 2) pars ismika, bagian tengah tuba yang sempit, 3) pars ampularis, bagian yang terlebar dan sebagai tempat konsepsi terjadi, 4) infundibulum, bagian ujung tuba dan mempunyai fimbria. Tuba fallopi berfungsi membawa ovum ke kavum uteri.
2.6.2.4.    Ovarium
Ada 2, kiri dan kanan. Terdiri dari bagian luar (korteks) yang mengandung folikel-folikel dan bagian dalam (medulla) yang berisi pembuluh darah, serabut saraf, dan pembuluh limfe, ovarium berhubungan dengan uterus dengan ligamentum ovari propium. Pembuluh darah ke ovarium (arteri ovarika) melalui ligamentum suspensorium ovarii (ligamentum infundibulopelvikum). Fungsi ovarium adalah untuk produksi hormon dan ovulasi.
2.7.    Patofisiologi
Suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dalam keadaan utuh mengingat bahwa terjadinya ruptur uteri sesudah seksio sesarea dilakukan segmen bawah uterus tidak begitu besar, disini diambil sikap untuk membolehkan wanita hamil untuk bersalin pervagina, kecuali jika sebab seksio sesarea tetap ada misalnya kesempitan pada pinggul, mengenai kontraindikasi perlu diingat bahwa seksio sesarea tidak dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa, misalnya janin sudah meninggal dalam uterus atau janin terlalu kecil untuk hidup diluar kandungan (Menurut Prawirohardjo S, 1999).
2.8.    Perawatan post operasi seksio sesarea.
2.8.1.       Analgesia
Untuk wanita dengan ukuran tubuh rata – rata dapat disuntikkan intramuskuler yaitu mepedivin setiap 3 jam sekali bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikkan dengan cara serupa 10 mg morphin. Jika ibu berukuran kecil dosis mepedivin yang diberikan adalah 50 mg dan jika berukuran besar dosis yang paling tepat adalah 100 mg mepedivine.
2.8.2.       Tanda vital
Pasien dievaluasi sekurang-kurangnya setiap jam sekali paling sedikit 4 jam dan tekanan darah, nadi, jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan fundus uteri serta pengukuran suhu badan harus diperiksa pada saat dini.
2.8.3.       Terapi cairan dan diet
Karena selama 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi maka pemberian cairan infus harus cukup banyak dan mengandung elektrolit yang diperlukan agar tidak terjadi hipertermia dan dehidrasi.
2.8.4.       Mobilisasi
Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan. Penderita miring ke kiri dan ke kanan sudah dapat dimulai sejak 6 – 10 jam setelah penderita sadar. Latihan pernafasan dilakukan penderita sambil tidur terlentang, sedini mungkin setelah sadar.
2.8.5.       Perawatan luka
Luka insisi diinspeksi setiap hari untuk mengetahui penyembuhan luka. Secara normal jahitan kulit diangkat pada hari ke empat post partum. Pasien sudah dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.
3.      Nifas
3.1.    Pengertian
-         Nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu (Sinopsis Obstetri Fisiologi Jilid I, Halaman 115).
-         Nifas adalah massasesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu (Perawatan Kebidanan Yang Berorientasi Pada Keluarga, Jilid II, Halaman 68).
-         Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. (Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Halaman 291).
-         Nifas adalah dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat – alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal).
3.2.    Periode nifas
Periode nifas dibagi 3 (Menurut Depkes RI, 1990) antara lain :
3.2.1.       Immediate puerperium adalah keadaan yang terjadi segera setelah persalinan sampai 24 jam sesudah persalinan (0 – 24 jam sesudah melahirkan).
3.2.2.       Early puerperium adalah keadaan yang terjadi pada permulaan puerperium.
Waktu 1 hari sesudah melahirkan sampai 7 hari (1 minggu pertama).
3.2.3.       Later puerperium adalah waktu 1 minggu sesudah melahirkan sampai 6 minggu.
3.3.    Etiologi
3.3.1.       Diduga persalinan mulai apabila uterus telah teregang sampai derajat tertentu.
3.3.2.       Tekanan bagian terendah janin pada cervix dan segmen bawah rahim, demikian pula pada plexus nervosus di sekitar cervix dan vagina, merangsang permulaan persalinan.
3.3.3.       Siklus menstruasi berulang setiap 4 minggu dan persalinan biasanya mulai pada akhir minggu ke-40 atau 10 siklus menstruasi.
3.3.4.       Begitu kehamilan mencapai cukup bulan, setiap faktor emosional dan fisik dapat memulai persalinan.
3.3.5.       Beberapa orang percaya bahwa ada hormon khusus yang dihasilkan oleh plasenta apabila kehamilan sudah cukup bulan yang bertanggung jawab atas mulainya persalinan.
3.3.6.       Bertambah tuanya plasenta yang mengakibatkan penurunan kadar estrogen dan progesteron dalam darah diduga menyebabkan dimulainya persalinan (Harry Oxorn, 1990, Patologi dan Fisiologi Persalinan; Halaman 103).
3.4.    Insiden
Hampir 96 % janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada presentasi kepala ini ditemukan ± 58 % ubun – ubun kecil terletak di kiri depan, ± 23 % di kanan depan, ± 11 % di kanan belakang, dan ±8 % di kiri belakang. Keadaan ini disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid dan rectum.
Sehingga tampak presentase yang tinggi berada dalam uterus dibanding presentase kepala. Keadaan ini mungkin disebabkan pula karena kepala relatif lebih besar dan lebih berat. Mungkin pula bentuk uterus sedemikian rupa, sehingga volume bokong dan ekstremitas yang lebih besar berada di atas, di ruangan yang lebih luas, sedangkan kepala berada dibawah, di ruangan yang lebih sempit, ini dikenal sebagai teori akomodasi. Ada 3 faktor yang memegang peranan pada persalinan ialah :
3.4.1.       Kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan mengedan.
3.4.2.       Keadaan jalan lahir.
3.4.3.       Janinnya sendiri
Dan data yang didapatkan di RSU Labuang Baji terdapat 79,6% ibu nifas yang melahirkan normal dari 3034 ibu nifas dalam tiga tahun terakhir ini (Medical Record RSU Labuang Baji Makassar, 2003).
3.5.    Anatomi / Fisiologi
Dalam masa nifas, alat – alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genital secara keseluruhannya disebut involusio.
3.5.1.   Genetalia interna dan eksterna (Sketsa gambar terlampir).
3.5.1.1.    Setelah janin dilahirkan, fundus uteri setinggi pusat, segera setelah plasenta lahir maka tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat. Pada hari ke-5 pasca persalinan uterus kurang lebih tinggi 7 cm atas symfisis atau setengah symfisis – pusat, sesudah 12 hari uterus tidak dapat diraba lagi diatas symfisis.
3.5.1.2.    Bagian bekas implantasi plasenta merupakan luka kasar dan menonjol kedalam kavum uteri yang berdiameter 7,5 cm dan sering disangka sebagai bagian plasenta yang tertinggal.
3.5.1.3.    Berat uterus gravidus aterm kira – kira 1.000 gr. Satu minggu pasca persalinan, menjadi kira – kira 500 gr, 2 minggu pasca persalinan 300 gr dan setelah 6 minggu pasca persalinan 40 – 60 gr.
3.5.1.4.    Serviks agak terbuka seperti corong pada pasca persalinan dan konsistensinya lunak.
3.5.1.5.    Endometrium mengalami perubahan yaitu timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi plasenta.
3.5.1.6.    Ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus berangsur – angsur kembali seperti semula.
3.5.1.7.    Luka jalan lahir seperti bekas episiotomi yang telah dijahit, luka pada vagina dan serviks yang tidak luas akan sembuh primer.
3.5.2.   Laktasi
Kelenjar mamma telah dipersiapkan semenjak kehamilan umumnya produksi ASI baru terjadi hari kedua atau ketiga pasca persalinan, dimana masing-masing buah dada terdiri 14 – 24 lobus yang terletak terpisah satu sama lain oleh jaringan lemak. Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran air susu ibu adalah faktor anatomis, faktor biologis, makanan yang dimakan ibu, faktor istirahat dan faktor isapan anak.
3.5.3.   Lochia
Lochia adalah sekret dari cavum uteri dn vagina dalam masa nifas. Hari 1 – 2 lochia rubra berwarna merah berisi lapisan decidu, selaput ketuban, dan mekoneum. Hari 3 – 7 sanguilenta berwarna cokelat, sedikit darah, banyak serum selaput lencir leucocye. Hari 7 – 10 lochia serosa warna agak kuning cair. Hari setelah 2 minggu lochia alba berwarna kekuningan berisi selaput lendir leucocye dan kuman yang telah mati.
3.6.    Manifestasi klinik
Manifestasi klinik pada ibu menyusui dimasa nifas menurut Persis Mary Hammilton yaitu :
3.6.1.  Kontraksi pada interval
3.6.2.  Interval antar kontraksi secara bertahap memendek.
3.6.3.  Durasi dan intensitas kontraksi meningkat
3.6.4.  Rasa tidak nyaman mulai di belakang dan menjalar ke abdomen.
3.6.5.  Berjalan biasanya menyebabkan meningkatnya intensitas kontraksi.
3.6.6.  Dilatasi dan pendataran serviks mengalami kemajuan.
3.7.    Test Diagnostik
Test diagnostik yang biasanya diberikan pada ibu nifas yaitu : test laboratorium terutama terhadap hematokrit untuk melihat konsentrasi darah dalam tubuh setelah 3 hari post partum. Normal hematokrit pada saat tersebut adalah 42 %.
3.8.    Penanganan Medik
Penanganan medik yang dilakukan pad ibu nifas adalah :
3.8.1.  Perawatan perineum
3.8.2.  Perawatan episiotomi
3.8.3.  Perawatan hemoroid : hemoroid biasanya menyertai persalinan. Perawatannya dengan memberikan kompres dingin untuk menurunkan atau mengurangi bengkak pada hemoroid.
3.8.4.  Perawatan payudara
3.9.        Perubahan psikologi pada ibu nifas
Menurut Reva Rubin (1960) proses adaptasi psikologis pada ibu nifas melalui 3 fase yaitu :

3.9.1.       Fase taking in (fase mengambil).
-      Terjadinya pada hari 1 – 3 post partum
-      Dalam memenuhi kebutuhan sangat tergantung pada orang lain.
-          Sulit mengambil keputusan.
3.9.2.       Fase taking hold
-      Terjadinya pda hari 4 – 10 post partum
-      Sikap aktif dan positif serta lebih mandiri namun masih memerlukan bantuan orang lain.
-      Masih ada kurang percaya diri tetapi fokus perhatian mulai meluas.
-      Tenaga ibu mulai sehat dan meningkat serta merasa lebih nyaman.
3.9.3.       Fase letting go
-      Terjadi setelah 10 hari post partum.
-      Mulai menjalankan peranannya dan sudah punya konsep.
-      Mampu merawat bayinya, dirinya sendiri dan mulai sibuk dengan tanggung jawab sebagai ibu.

B.     Proses Keperawatan

1.      Pengkajian dasar data klien
Tinjau ulang catatan prenatal dan intra operatif dan adanya indikasi untuk kelahiran sesarea.
1.1.    Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600 – 800 ml.
1.2.    Integritas ego
Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan sampai ketakutan, marah atau menarik diri. Klien/pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima peran dalam pengalaman kelahiran. mungkin mengekspresikan ketidaknyamanan untuk menghadapi situasi baru.
1.3.    Eliminasi : Kateter urinarius mungkin terpasang, urine jernih pucat, bising usus tidak ada, samar atau jelas.
1.4.    Makanan / cairan : abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal
1.5.    Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi spiral epidural.
1.6.    Nyeri / ketidaknyaman
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber, misalnya trauma bedah / insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih / abdomen, efek-efek anastesia, mulut mungkin kering.
1.7.    Pernafasan : bunyi paru jelas dan vesikuler
1.8.    Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh. Jalur parenteral bila digunakan paten, dan sisi bebas eritema, bengkak dan nyeri tekan.
1.9.    Seksualitas
Fundus kontraksi dan terletak di umbilikus. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan berlebihan / banyak.
Diagnosa Keperawatan
1.      Perubahan ikatan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi
1.1.     Kemungkinan dibuktikan oleh keragu-raguan untuk menggendong/ berinteraksi dengan bayi, mengungkapkan masalah/kesulitan koping terhadap situasi, tidak menghadapi pengalaman traumatik secara konstruktif.
1.2.     Hasil yang diharapkan klien akan :
Menggendong bayi, bila kondisi ibu dan neonatus memungkinkan, mendemostrasikan perilaku kedekatan dan ikatan yang tepat, mulai secara aktif mengikuti tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat.
1.3.     Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
Mandiri
1.      Anjurkan klien untuk meng-gendong, menyentuh dan me-meriksa bayi, tergantung pada kondisi klien dan bayi baru lahir, bantu sesuai kebutuhan.










2.      Berikan kesempatan untuk ayah/pasangan untuk menyen-tuh dan menggendong bayi dan bantu dalam perawatan bayi se-suai kemungkinan situasi.


3.      Observasi dan catat interaksi keluarga-bayi, perhatikan peri-laku yang dianggap menanda-kan ikatan dan kedekadan dalam budaya tertentu.







4.      Diskusikan kebutuhan kemaju-an dan sifat interaksi yang lazim dari ikatan. Perhatikan kenor-malan dari variasi respon dari satu waktu ke waktu lainnya dan diantara anak yang berbeda.
5.      Perhatikan pengungkapan/pri-laku yang menunjukkan keke-cewaan atau kurang minat/kede-katan.

6.      Berikan kesempatan kepada orang tua untuk mengungkap-kan perasaan-perasaan yang negatif tentang diri mereka dan bayi.
7.      Perhatikan lingkungan sekitar kelahiran sesaria, kebanggaan diri orang tua dan persepsi ten-tang pengalaman kelahiran, reaksi awal mereka terhadap bayi, dan partisipasi mereka pada pengalaman kelahiran.


8.      Anjurkan dan bantu dalam me-nyusui pada pilihan klien dan keyakinan/praktis budaya.
9.      Sambut keluarga untuk kunju-ngan singkat segera bila ibu/bayi baru lahir memungkin-kan.


10.  Berikan informasi sesuai kebu-tuhan tentang keamanan dan kondisi bayi. Dukung pasangan sesuai kebutuhan.
11.  Jawab pertanyaan klien menge-nai protokol perawatan selama periode pasca kelahiran awal.
Kolaborasi :
12.  Beritahu anggota tim perawatan kesehatan yang tepat (mis : staf ruang perawatan atau perawat pasca partum) tentang observasi sesuai indikasi.
13.  Siapkan untuk dukungan/eva-luasi terus-menerus setelah pu-lang, mis : pelayanan perawat berkunjung, agensi komunitas dan kelompok dukungan orang tua.

1.   Jam pertama setelah kelahiran memberikan kesempatan unik untuk ikatan keluarga untuk terjadi karena ibu dan bayi secara emosional menerima isyarat satu sama lain, yang memulai kedekatan dan proses pengenalan. Bantuan pada interaksi pertama atau sampai jalur intravena dilepas mencegah klien dari merasa kecewa atau tidak adekuat (Catatan : Meskipun klien telah memilih untuk mele-paskan anaknya, berinteraksi dengan bayi baru lahir dapat memfasilitasi proses berduka).

2.   Memudahkan ikatan/kedekatan dian-tara ayah dan bayi. Memberikan ke-sempatan untuk ibu, memvalidasi rea-litas situasi dan bayi baru lahir pada waktu dimana prosedur dan kebutuh-an fisiknya mungkin membatasi kemampuan interaksinya.
3.   Kontak mata dengan mata, pengguna-an posisi wajah, berbicara pada suara nada tinggi, dan menggendong bayi dengan kedekatan pada budaya Ame-rika. Pada kontak pertama dengan bayi, ibu menunjukkan pola progresif dari perilaku dengan cara mengguna-kan ujung jari pada awalnya untuk menggali ekstremitas bayi dan berlan-jut pada penggunaan telapak tangan sebelum mendekap bayi dengan seluruh tangan dan lengan.
4.   Membantu klien/pasangan memahami makna dan pentingnya proses dan memberikan keyakinan bahwa perbe-daan diperkirakan.


5.   Kedatangan anggota keluarga baru, bahkan bila diinginkan dan diantisipa-si, menciptakan periode sementara, memerlukan penyatuan anak baru ke dalam keluarga yang ada.
6.   Konflik tidak teratasi selama proses pengenalan awal orang tua bayi dapat mempunyai efek-efek negatif jangka panjang pada masa depan hubungan orang tua-anak.
7.   Orang tua perlu bekerja melalui hal-hal bermakna pada kejadian penuh stress seputar kelahiran anakn dan orientasikan mereka sendiri terhadap realita sebelum mereka dapat memfo-kuskan pada bayi efek-efek anastesia, ansietas dan nyeri dapat mengubah persepsi klien selama dan setelah ope-rasi.
8.   Kontak awal mempunyai efek positif pada durasi menyusui ; kontak kulit dengan kulit dan mulainya tugas-tugas ibu meningkatkan ikata.
9.   Meningkatkan kesatuan keluarga dan membantu memulai proses adaptasi positif terhadap peran baru dan memasukkan anggota baru ke dalam struktur keluarga.
10.  Membantu pasangan untuk mem-proses dan mengevaluasi informasi yang diperlukan khususnya bila periode pengenalan awal telah lambat.
11.  Informasi menghilangkan ansie-tas dapat mengganggu ikatan atau me-ngakibatkan absorbsi diri daripada perhatian terhadap bayi baru lahir.
12.  Ketidakadekuatan prilaku ikatan atau interaksi buruk antara klien/pasa-ngan dengan bayi memerlukan duku-ngan dan evaluasi lanjut.

13.  Banyak pasangan mempunyai konflik tidak teratasi mengenai proses pengenalan awal orang tua-bayi yang memerlukan pemecahan setelah pulang.

2.      Nyeri berhubungan dengan pembedahan
2.1.    Kemungkinan dibuktikan oleh :
Melaporkan nyeri, kram (nyeri penyerta), sakit kepala, abdomen kembung, nyeri tekan payudara ; prilaku melindungi/distraks, wajah menahan nyeri.
2.2.    Hasil yang diharapkan :
Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi nyeri/ketidaknyamanan dengan tepat. Mengungkapkan berkurangnyer nyeri, tampak rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
2.3.    Rencana tindakan :
Intervensi
Rasional
Mandiri
1.  Tentukan karakteristik dan loka-si ketidaknyamanan. Perhatikan isyarat verbal dan non verbal serta meringis, kaku dan gera-kan melindungi atau terbatas.

2.  Berikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai penyebab, ketidaknyamanan dan intervensi yang tepat.

3.  Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi, perhatikan perubahan prilaku.

4.  Lakukan latihan nafas dalam dan batuk dengan menggunakan prosedur-prosedur pembebatan dengan tepat, 30 menit setelah pemberian analgesik.


5.  Ubah posisi klien, kurangi rang-sangan yang berbahaya dan berikan gosokan punggung. An-jurkan penggunaan teknik per-nafasan dan relaksasi dan distraksi.
6.  Pemberian analgetik sesuai indi-kasi.

1.   Klien mungkin tidak secara verbal melaporkan nyeri dan ketidaknyama-nan secara langsung, membedakan karakteristik khusus dari nyeri mem-bantu membeda-an nyeri pasca operasi dari terjadinya komplikasi.
2.   Meningkatkan pemecahan masalah, membantu mengurangi nyeri berkena-an dengan ansietas dan ketakutan ka-rena ketidaktahuan dan memberikan rasa kontrol
3.   Pada banyak klien, nyeri dapat me-nyebabkan gelisah serta TD dan nadi meningkat. Analgetik dapat menurun-kan TD.
4.   Nafas dalam meningkatkan upaya per-nafasan. Pembebatan menurunkan re-gangan dan ketegangan area insisi dan mengurangi nyeri dan ketidaknyama-nan berkenaan dengan gerakan otot abdomen. Batuk diindikasikan bila sekresi atau ronkhi terganggu.
5.   Relaksasi otot, dan mengalihkan per-hatian dari sensasi nyeri. Meningkat-kan kenyamanan, dan menurunkan distraksi tidak menyenangkan, me-ningkatkan rasa sejahtera.

6.   Meningkatkan kenyamanan, yang memperbaiki status psikologis dan meningkatkan mobilitas.

3.      Ansietas berhubungan dengan krisis situasi.
3.1.  Kemungkinan dibuktikan oleh ketegangan, keprihatinan, perasaan yang tidak adekuat, stimulasi simpatik, tidak dapat tidur.


3.2.  Hasil yang diharapkan :
Mengungkapkan kesadaran akan perasaan ansietas, mengidentifikasi cara untuk menurunkan atau menghilangkan ansietas, melaporkan bahwa ansietas sudah menurun pada tingkat yangdapat diatasi, kelihatan rileks dan dapat tidur/istirahat.
3.3.  Rencana tindakan :
Intervensi
Rasional
Mandiri
1.   Dorong keberadaan/partisipasi dari pasangan.

2.   Tentukan tingkat ansietas klien dan sumber dari masalah. Men-dorong klien untuk mengung-kapkan kebutuhan dan harapan yang tidak terpenuhi. Memberi-kan informasi sehubungan de-ngan normalnya perasaan terse-but.
3.   Bantu klien/pasangan dalam mengidentifikasi mekanisme koping yang lazim dan perkem-bangan strategi koping baru jika dibutuhkan.
4.   Berikan informasi yang akurat tentang keadaan klien/bayi.


5.   Mulai kontak antara klien/pasa-ngan dengan bayi sesegera mungkin. Jika bayi dibawa ke neonatal intensive care unit (NICU).

1.   Memberikan dukungan emosional, dapat mendorong pengungkapan ma-salah.
2.   Kelahiran sesaria mungkin dipandang sebagai kegagalan dalam hidup oleh klien/pasangan dan hal tersebut dapat memiliki dampak negatif dalam proses ikatan/menjadi orang tua.



3.   Membantu memfasilitasi adaptasi yang positif terhadap peranan baru; mengurangi perasaan ansietas.


4.   Khayalan yang disebabkan oleh kurangnya informasi atau kesalahpa-haman dapat meningkatkan tingkat ansietas.
5.   Mengurangi ansietas yang mungkin berhubungan dengan penanganan bayi, takut terhadap sesuatu yang tidak diketahui, dan/atau menganggap hal yang buruk berkenaan dengan keadaan bayi.

4.      Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.
4.1. Kemungkinan dibuktikan oleh mengungkapkan perasaan negatif diri dalam situasi (misalnya tidak berdaya, malu/bersalah).
4.2. Hasil yang diharapkan :
4.2.1.      Mendiskusikan masalah sehubungan dengan peran dan persepsi terhadap pengalaman kelahiran dari klien/pasangan.
4.2.2.      Mengungkapkan pemahaman mengenai faktor individu yang dapat mencetuskan situasi saat ini.
4.2.3.      Mengekspresikan harapan diri yang positif
4.3. Rencana tindakan :
Intervensi
Rasional
1.   Tentukan respon emosional klien/pasangan terhadap kelahi-ran sesaria










2.   Tinjau ulang partisipasi klien/ pasangan dan peran dalam me-ngalami kelahiran. identifikasi perilaku positif selama proses pranatal dan antenatal.






3.   Tekankan kemiripan antara ke-lahiran sesaria dan vagina. Sam-paikan sikap positif terhadap kelahiran sesaria dan atur pera-watan pasca partum sedekat mungkin pada perawatan yang diberikan pada klien setelah ke-lahiran vagina.
Kolaborasi :
4.   Rujuk klien/pasangan untuk konseling profesional bila reaksi maladaptif.

1.   Kedua anggota pasanga mungkin me-ngalami reaksi emosi negatif terhadap kelahiran sesaria. Kelahiran sesaria yang tidak direncanakan dapat berefek negatif terhadap harga diri klien, mem buat klien merasa tidak adekuat dan telah gagal sebagai wanita. Ayah atau pasangan, khususnya bila tidak dapat hadir pada kelahiran sesaria, dapat merasa bahwa ia menolak pasangan-nya dan tidak memenuhi peran yang diantisipasinya sebagai pendukung emosional selama proses kelahiran.
2.   Respon berduka dapat berkurang apa-bila ibu dan ayah mampu saling ber-bagi akan pengalaman kelahiran. memfokuskan kembali perhatian klien atau pasangan untuk membantu mere-ka memandang kehamilan dalam tota-litasnya dan melihat bahwa tindakan mereka sudah bermakna terhadap ha-sil yang optimal. Dapat membantu menghindari rasa bersalah/mempersa-lahkan.
3.   Klien dapat mengubah persepsinya tentang pengalaman kelahiran sesarea sebagaimana persepsinya tentang ke-sehatan atau penyakitnya berdasarkan pada sikap persepsinya tentang ke-sehatan atau penyakitnya berdasarkan pada sikap profesional. Perawatan se-rupa adalah pilihan yang dapat diterima disamping kelahiran vagina.
4.   Klien yang tidak mampu mengatasi rasa berduka atau perasaan negatif memerlukan bantuan profesional lebih lanjut.
5.      Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi biokimia atau regulasi (misalnya hipotensi ortostatik, adanya HKK atau eklampsia)
5.1.    Kemungkinan dibuktikan oleh adanya tanda/gejala untuk menegakkan diagnosa aktual.
5.2.    Hasil yang diharapkan :
5.2.1.      Mendomostrasikan perilaku untuk menurunkan faktor-faktor risiko dan/atau perlindungan diri.
5.2.2.      Bebas dari komplikasi
5.3.    Rencana tindakan :
Intervensi
Rasional
Mandiri
1.      Tinjau ulang catatan pranatal dan intranatal terhadap faktor yang mempredisposisi klien pada komplikasi. Catat kadar Hb dan kehilangan darah ope-ratif.
2.      Pantau TD, nadi dan suhu. Catat kulit dingin, basah, nadi lemah. Perubahan prilaku, per-lambatan pengisian kapiler atau sianosis.






3.      Inspeksi balutan terhadap per-darahan berlebihan.


4.      Bantu klien pada ambulasi awal. beri supervisi yang ade-kuat dalam hal mandi dan rendam duduk.

5.      Anjurkan latihan kaki/pergela-ngan kaki dan ambulasi dini.

Kolaborasi
6.      Berikan MgSO4 sesuai indikasi


7.      Berikan kaus kaki penyokong atau balutan elastis untuk kaki bila risiko atau gejala plebitis ada.

1.      Adanya faktor-faktor resiko seperti kelelahan miometrial, distensi uterus berlebihan, stimulasi oksitosin lama, tromboflebitis pranatal memungkin-kan klien lebih rentan terhadap kom-plikasi pasca operasi.
2.      Tekanan darah yang tinggi dapat me-nandakan terjadinya atau berlanjut-nya hipertensi, memerlukan magne-sium sulfat (MgSO4) atau pengobat-an antihipertensif lain. Hipotensi dan takikardia dapat menunjukkan dehid-rasi dan hipovolemia tetapi mungkin tidak terjadi sampai volume darah sirkulasi telah menurun 35-50%, dimana tanda vasokonstriksi mung-kin terlihat.
3.      Luka bedah dengan drain dapat membasahi balutan; namun rembesan biasanya tidak terlihat dan dapat me-nunjukkan terjadinya komplikasi.
4.      Hipotensi ortostatik dapat terjadi pada perubahan dari posisi terlentang ke berdiri, atau mungkin sebagai aki-bat dari vasodilatasi, karena panas dari rendam duduk tersebut.
5.      Meningkatkan aliran balik vena, mencegah statis/penumpukan pada ekstremitas bawah, menurunkan resiko plebitis.
6.      MEmbantu menurunkan kepekaan serebral pada adanya HKK atau ek-lapmsia.
7.      Menurunkan statis vena, meningkat-kan risiko terhadap pembentukan trombus.

6.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif dan atau peningkatan pemajanan lingkungan.
6.1.     Tanda dan gejala tidak dapat diterapkan; adanya tanda dan/gejala untuk menegakkan diagnosa aktual.
6.2.     Hasil yang diharapkan :
6.2.1.    Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan risiko-risiko dan/atau meningkatkan penyembuhan.
6.2.2.    Menunjukkan luka bebas dari drainase purulen dengan tanda awal penyembuhan (misalnya penyatuan tepi-tepi luka), uterus lunak/tidak nyeri tekan, dengan aliran dan karakter lokhia normal.
6.2.3.    Bebas dari infeksi, tidak demam, tidak ada bunyi nafas adventisius, dan urine jernih kuning pucat.
6.3.     Rencana tindakan :
Intervensi
Rasional
1.      Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan cermat dan pembuangan pengalas ko-toran, pembalut perineal.
2.      Bersihkan luka dan ganti balut-an bila basah.



3.      Inspeksi insisi terhadap proses penyembuhan, perhatikan ke-merahan, edema, nyeri, eksu-dat atau gangguan penyatuan.
4.      Kaji suhu, nadi dan jumlah sel darah putih.






Kolaborasi :
5.      Berikan antibiotik khusus untuk proses infeksi yang ter-identifikasi.
1.      Membantu mencegah atau membata-si penyebaran infeksi.


2.      Lingkungan lembab merupakan me-dia paling baik untuk pertumbuhan bakteri. Bakteri dapat berpindah me-lalui aliran kapiler melalui balutan basah ke luka.
3.      Tanda-tanda ini menandakan infeksi luka, biasanya disebabkan oleh strep-tokokus, stapilokokus atau spesies pseudomonas.
4.      Demam setelah pasca operasi hari ketiga, leukositosis dan takikardia menunjukkan infeksi. Peningkatan suhu sampai 38,30 C dalam 24 jam pertama sangat mengindikasikan infeksi, peningkatan sampai 380 C pada hari kedua dalam 10 hari pertama pascapartum.

5.      Perlu untuk mematikan mikroorga-nisme.

7.      Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (diastasis rekti, kelebihan analgetik, atau anastesi).
7.1.    Kemungkinan dibuktikan oleh laporan rasa penuh abdomen/rektal atau tekanan, mual, defekasi kurang dari biasanya, mengejan saat defekasi, penurunan bising usus.
7.2.    Hasil yang diharapkan klien akan :
7.2.1.      Mendemostrasikan kembalinya motilitas usus dibuktikan oleh bising usus aktif dan keluarnya flatus.
7.2.2.      Mendapatkan kembali pola eliminasi biasanya/optimal dalam 4 hari pasca partum.
7.3.    Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
Mandiri
1.      Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan.
2.      Anjurkan cairan oral yang ade-kuat (misalnya 6 – 8 gelas/hari) bila masukan oral sudah mulai kembali.

3.      Anjurkan latihan kaki dan pe-ngencangan abdominal, ting-katkan ambulasi dini.




4.      Berikan analgesik 30 menit sebelum ambulasi.

5.      Berikan pelunak faeces.
1.      Menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau kemungkinan ileus paralitik.
2.      Makanan kasar (misalnya buah dan sayuran, khususnya dengan kulit dan bijinya) dan meningkatkan cairan yang merangsang eliminasi dan mencegah konstipasi defekasi.
3.      Latihan kaki mengencangkan otot-otot abdomen dan memperbaiki mo-tilitas abdomen. Ambulasi progresif setelah 24 jam meningkatkan pristal-tik dan pengeluaran gas, dan meng-hilangkan atau mencegah nyeri kare-na gas.
4.      Memudahkan kemampuan untuk ambulasi, dapat menurunkan aktivi-tas usus.
5.      Melunakkan faeces, merangsang pe-ristaltik dan membantu mengembali-kan fungsi usus.

8.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kesalahan interpretasi.
8.1.    Kemungkinan dibuktikan oleh mengungkapkan masalah/kesalahan konsep, keragu-raguan dalam atau ketidakadekuatan melakukan aktivitas-aktivitas, ketidaktepatan perilaku (misalnya; apatis).
8.2.    Hasil yang diharapkan
8.2.1.      Mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis, kebutuhan-kebutuhan individu, hasil yang diharapkan.
8.2.2.      Melakukan aktivitas-aktivitas/prosedur yang perlu dengan benar dan penjelasan alasan untuk tindakan.
8.3.    Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1.      Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar. Bantu klien atau pasangan dalam mengi-dentifikasi kebutuhan-kebutuh-an.








2.      Perhatikan status psikologis dan respons terhadap kelahiran sesaria serta peran menjadi ibu.





3.      Berikan informasi yang berhubungan dengan perubah-an fisiologis dan psikologis yang normal berkenaan dengan kelahiran sesaria dan kebutuh-an-kebutuhan berkenaan de-ngan post partum.





4.      Diskusikan program latihan yang tepat sesuai ketentuan.
1.      Periode pascapartum dapat menjadi pengalaman positif bila kesempatan penyuluhan diberikan untuk mem-bantu mengembangkan pertumbuhan ibu, maturasi dan kompetensi. Namun, klien membutuhkan waktu untuk bergerak dari fase “mengam-bil” sampai fase “menahan” yang penerimaan dan kesiapannya diting-katkan dan ia secara emosi dan fisik siap untuk mempelajari informasi baru untuk memudahkan penguasaan peran barunya.
2.      Ansietas yang berhubungan dengan kemampuan untuk merawat diri sen-diri dan anaknya, kekecewaan pada pengalaman kelahiran atau masalah-masalah berkenaan dengan perpisa-hannya dari anak dapat mempunyai dampak negatif pada kemampuan belajar dan kesiapan klien.
3.      Membantu klien mengenali perubah-an normal dari respons-respons abnormal yang memerlukan tindakan status emosional klien mungkin ka-dang-kadang labil pada waktu ini sering dipengaruhi oleh kesejahtera-an fisik. Antisipasi perubahan ini dapat menurunkan stress berkenaan dengan transisi periode ini yang me-merlukan pembelajaran peran baru dan pelaksanaan tanggung jawab baru.
4.      Program latihan progresif biasanya dapat dimulai bila ketidaknyamanan abdomen telah berkurang (kira-kira 3-4 minggu pasca partum). Memban-tu tonus-tonus otot, meningkatkan sirkulasi, menghasilkan gambaran keseimbangan tubuh dan meningkat-kan perasaan kesejahteraan umum.


9.      Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma/diversi mekanis
9.1.    Kemungkinan dibuktikan oleh peningkatan pengisian/distensi kandung kemih, perubahan dalam jumlah/frekuensi berkemih.
9.2.    Hasil yang diharapkan :
9.2.1.      Mendapatkan pola berkemih yang biasa/optimal setelah pengangkatan kateter.
9.2.2.      Mengosongkan kandung kemih pada setiap berkemih.
9.3.    Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1.      Perhatikan dan catat jumlah, warna dan konsentrasi drainase urin.

2.      Berikan cairan per-oral. Misal-nya 6 – 8 gelas perhati, bila te-pat.
3.      Perhatikan tanda dan gejala infeksi saluran kemih (ISK) misal warna keruh, bau busuk) setelah pengangkatan kateter.
4.      Pertahankan infus intravena selama 24 jam setelah pembe-dahan, sesuai indikasi. Tingkat-kan jumlah cairan infus bila haluaran 30 ml/jam atau kurang.
1.      Oliguria (keluaran kurang dari 30 ml/jam) mungkin disebabkan kele-bihan cairan, atau efek-efek antidiu-retik dan infus oksitosin.
2.      Cairan meningkatkan hidrasi dan fungsi ginjal,dan membantu mence-gah spasis kandung kemih.
3.      Adanya kateter mempredisposisikan klien pada masuknya bakteri dan ISK


4.      Biasanya 3 liter cairan, meliputi larutan RL, adekuat untuk menggan-tikan kehilangan dan mempertahan-kan aliran ginjal/haluaran urine.

10.  Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan dan ketahanan
10.1.    Kemungkinan dibuktikan oleh pengungkapan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam tingkat yang diinginkan.
10.2.    Hasil yang diharapkan :
10.2.1.      Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan perawatan diri.
10.2.2.      Mengidentifikasi/menggunakan sumber-sumber yang tersedia.
10.3.    Rencana tindakan
Intervensi
Rasional
1.      Pastikan berat/durasi ketidak-nyamanan. Perhatikan adanya sakit kepala pasca spinal.







2.      Kaji status psikologis klien




3.      Ubah posisi klien setiap 1-2 jam, bantu dalam latihan paru, ambulasi dan latihan kaki.


4.      Kolaborasi dalam pemberian analgesik setiap 3 – 4 jam sesuai kebutuhan.
1.      Nyeri berat mempengaruhi respon emosi dan perilaku, sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus pada aktivitas perawatan diri sampai kebu-tuhan fisiknya terhadap kenyamanan terpenuhi. Sakit kepala berat dihu-bungkan dengan posisi tegak memer-lukan modifikasi aktivitas-aktivitas dan bantuan tambahan untuk meme-nuhi kebutuhan-kebutuhan individu.
2.      Pengalaman nyeri fisik mungkin di-sertai dengan nyeri mental yang mempengaruhi keinginan klien dan motivasi untuk mendapatkan otonomi.
3.      Membantu mencegah komplikasi bedah seperti plebitis atau pneumo-nia yang dapat terjadi bila tingkat ketidaknyamanan mempengaruhi pengubahan/aktivitas normal klien.
4.      Menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri.















No comments:

Post a Comment